KAJIAN HISTORIS PUISI “HORISON” KARYA TAUFIQ ISMAIL
Disusun oleh: Resti Hanafiani
PENDAHULUAN
Karya sastra bagi seorang penyair atau pengarang merupakkan media
untuk mengekspresikan apa yang ia pikirkan dan/atau rasakan. Hal-hal yang ingin
diekspresikan berdasarkan pikiran dan/atau perasaan itu dapat berupa
kisah-kisah nyata yang pernah dialami, dilihat, ataupun didengar dari orang
lain yang kemudian oleh seorang penyair atau pengarang akan diolah melalui
proses kreatif dengan menambahkan bumbu-bumbu kiasan dan imajinatif di
dalamnya.
Karya sastra
dapat dibedakan menjadi tiga genre, yaitu puisi, prosa, dan drama. B. Rahmanto
dalam Intisa (2015: 2) mengatakan bahwa “Karya sastra yang paling awal ditulis
oleh manusia adalah puisi, seperti Mahabarata dan Ramayana”. Dalam
hal ini, dapat dikatakan bahwa puisi merupakan genre karya sastra yang tertua.
Puisi mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan
masyarakat. Di dalam puisi
seorang penyair sering menuangkan ide dan gagasannya tentang
peristiwa yang terjadi di tengah kehidupan
masyarakat. Dengan
demikian puisi merupakan cerminan dari kondisi kehidupan masyarakat. Sehingga tidak
mengherankan apabila tema-tema yang diangkat dalam puisi terkadang tidak jauh
berbeda dengan peristiwa nyata yang ada di dalam kehidupan sehari-hari.
Sebuah puisi
sebagai sebuah karya seni dapat dikaji dengan berbagai macam pendekatan
berdasarkan berbagai macam aspek yang terdapat di dalamnya. Puisi merupakan karya sastra yang kompleks. Maka untuk memahaminya diperlukan analisis agar
pemaknaan dapat diketahui lebih mendalam.
Salah satu pendekatan yang dapat
digunakan dalam menganalisis puisi yaitu strukturalisme genetik atau
kesejarahan. Strukturalisme genetik menurut Ratna dalam Rokhmansyah (2014: 75)
adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul teks
sastra. Strukturalisme genetik merupakan pendekatan yang lahir atas ketidakpuasan
pada strukturalisme murni, yang hanya menganalisis unsur intrinsik saja tanpa
memperdulikan hal—hal di luar teks sastra. Dalam kajiannya strukturalisme genetik
ditopang oleh beberapa konsep teori sosial lainnya, fakta kemanusiaan,
homologi, kelas-kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia.
Strukturalisme genetik atau
kesejarahan beranggapan bahwa karya sastra merupakan fakta sejarah. Karena
karya sastra merupakan salah satu hasil ciptaan manusia pada suatu zaman yang membawa semangat pada zamannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Pradopo (2005:3)
yang mengatakan bahwa “Puisi juga dapat dikaji dari sudut-sudut kesejarahannya,
mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari waktu ke waktu puisi ditulis dan
selalu dibaca orang”.
Strukturalisme genetik memandang
karya sastra melalui dua sudut, yaitu melalui unsur intrinsik dan ekstrinsik
karya. Puisi dalam artikel ini akan dikaji dengan pendekatan stuktural genetik.
Puisi yang dipilih yaitu
puisi “Horison” karya Taufiq Ismail karena dianggap memiliki unsur kesejarahan
di dalam puisi tersebut.
Unsur intrinsik dalam puisi dapat
dibagi menjadi sebelas. Namun dalam strukturalisme genetik, unsur intrinsik
yang digunakan hanyalah hakikat puisi yang meliputi tema, amanat, nada,
dan perasaan. Unsur ekstrinsik puisi dapat meliputi latar belakang pengarang, pandangan
hidup pengarang, kemasyarakatan, latar belakang cerita, latar belakang
penciptaan yang menggambarkan sejarah, situasi dan kondisi saat penciptaan,
serta kapan karya sastra itu dicipta. Dalam kajian ini, unsur ekstrinsik yang
digunakan yaitu pemahaman terhadap latar belakang pengarang dalam upaya
memahami kandungan karya sastra dan latar belakang penciptaan yang
menggambarkan sejarah, situasi dan kondisi saat penciptaan, serta kapan karya
sastra itu dicipta.
Dilthey dalam Rafiek (2012: 23)
mengatakan bahwa “Untuk menafsirkan ekspresi yang berkaitan dengan karya sastra
membutuhkan tindakan pemahaman historis”. Dalam pemahaman historis ini,
dibutuhkan pengetahuan pribadi mengenai sesuatu yang terjadi pada masa lalu.
Penelitian ini bertujuan mengetahui representasi peristiwa historis yang
melatarbelakangi lahirnya karya dan representasi fakta-fakta benda dalam puisi “Horison” karya Taufiq Ismail.
METODE PENELITIAN
Langkah-langkah dalam penelitian strukturalisme genetik
yaitu (1) Memilih puisi yang memuat peristiwa historis dan fakta-fakta historis, (2)
Mencari referensi terkait strukturalisme genetik, (3) Mencari data-data berupa
fakta pendukung terkait peristiwa dan latar belakang pengarang sebagai bahan
rujukan penguat analisis (4) Mencari dan menentukan peristiwa historis apa yang direpresentasikan penyair dalam setiap larik dalam puisi, (5) Mencari dan menentukan fakta-fakta
benda apa yang
direpresentasikan penyair dalam setiap larik dalam puisi, (6) Membuat simpulan terhadap hasil kajian puisi “Horison” karya
Taufiq Ismail.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HORISON
1.
Kami tidak bisa dibubarkan
2.
Apalagi dicoba dihalaukan
3.
Dari gelanggang ini
4.
Karena ke kemah kami
5.
Sejarah sedang singgah
6.
Dan mengulurkan tangannya yang ramah
7.
Tidak ada lagi sekarang waktu
8.
Untuk merenung panjang, untuk ragu-ragu
9.
Karena jalan masih jauh
10. Karena
Arif telah gugur
11. Dan
luka-luka dua puluh satu.
1966
1
Analisis Unsur Intrinsik Puisi “Horison” Karya Taufiq
Ismail
a)
Tema
Tema merupakan
gagasan pokok atau landasan pokok yang melatarbelakangi sebuah karya. Menurut
Siswanto (2008: 124) gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang atau
yang terdapat dalam puisi inilah yang disebut tema. Setiap karya sastra tidak terkecuali puisi
memiliki gagasan pokok yang diungkapkan penyair sebagai landasan utama puisinya.
Tema dalam
puisi “Horison” karya Taufiq Ismail adalah sosial-politik. Semangat kemanusiaan
para demonstran pada tahun 1966 untuk menghancurkan tirani-tirani yang
sewenang-wenang dalam berkuasa pada masa itu.
b)
Nada
Nada merupakan
gambaran sikap penyair terhadap pembaca. Siswanto (2008: 125) mengatakan bahwa
“Nada dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pembacanya”. Nada yang
tergambar dalam puisi “Horison” yaitu memberi semangat.
c)
Perasaan
Siswanto (2008:
124) mengatakan bahwa “Rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok
permasalahan yang terdapat dalam puisinya”.
Sikap penyair yang tergambar dalam puisi “Horison” yaitu kegigihan.
Semangat dalam membela rakyat
memberontak pemerintah. Terlebih ada luka yang tersirat dari “kematian
Arif” yang membuat semangat semakin
membara.
d)
Amanat
Siswanto (2008:
125) mengatakan bahwa “Sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair itu menciptakan
puisinya maupun dapat ditemui dalam puisinya”. Maka, dalam hal ini amanat dapat
diartikan sebagai suatu hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisi.
Amanat dalam puisi “Horison” karya
Taufiq Ismail yaitu agar manusia terbuka hatinya melihat ketidakadilan yang
terjadi di bumi pertiwi ini, agar manusia mau terbuka dan tergerak hatinya
untuk bersatu melawan tirani-tirani.
2
Analisis Unsur Ekstrinsik Puisi “Horison” Karya Taufiq Ismail
a)
Biografi Pengarag
Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, Sumatera
Barat 25 Juni 1935. Beliau menikah dengan Esiyati Yatim pada
tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram
Ismail. Bersama keluarga beliau tinggal di Jalan Utan Kayu Raya 66-E,
Jakarta 13120.
Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan.
Pertama beliau masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, beliau berpindah ke
Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya.
beliau masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan.
Taufiq Ismail melanjutkan pendidikan di
Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang
IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 beliau
mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika
Serikat. Beliu juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University
in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke
Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.
Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif
dalam berbagai kegiatan. Tercatat, beliau pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa
FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962). Beliau
pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965),
guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan
asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia
Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang
dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, beliau batal
dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Beliau
kemudian dipecat sebagai
pegawai negeri pada tahun 1964.
Taufiq menjadi
kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar
Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang
kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966).
Pada tahun 1993 Taufiq diundang
menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur,
Malaysia. Sebagai penyair, Taufiq telah
membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam
negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu
tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa
Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali. Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan
Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai
redaktur senior majalah Horison.
b) Latar Belakang Penciptaan yang Menggambarkan Sejarah, Situasi dan Kondisi Saat Penciptaan, Serta kapan karya sastra itu dicipta.
Puisi
“Horison” karya Taufiq Ismail menggambarkan sejarah demonstrasi pada tahun 1966
yang terlihat pada catatan tahun diakhir puisi. Situasi dan kondisi pada saat
itu sedang terjadi pergolakan antara mahasiswa dan pemerintah perihal pelantikan anggota Kabinet Dwikora II yang
diumumkan Presiden Sukarno.
3
Representasi
Peristiwa Historis dalam Puisi “Horison” Karya Taufiq Ismail
Peristiwa historis yang
direpresentasikan penyair dalam puisi “Horison” yaitu peristiwa demonstrasi
mahasiswa dalam aksi Tritura yang merenggut
nyawa Arief Rachman Hakim. Merujuk pada catatan sejarah, Pusponegoro,
dkk (2010: 547) mengatakan bahwa “Pada
tanggal 24 Februari 1966, saat pelantikan menteri kabinet baru, para demonstran
melakukan aksi serentak mengempiskan ban-ban mobil di jalan-jalan raya di
seluruh ibu kota sehingga lalu lintas praktis terhenti”. Dalam bentrokan di
istana, seorang mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim,
gugur terkena peluru Resimen Tjakrabirawa. Peristiwa ini direpresentasikan oleh
penyair tergambar pada larik 1, 2, 10.
Horison
1.
Kami tidak bisa dibubarkan
2.
Apalagi dicoba dihalaukan
…
10.
Karena Arif telah gugur
…
4
Representasi
Fakta-fakta Benda dalam Puisi “Horison” Karya Taufiq Ismail
Representasi fakta benda yang
ditemukan dalam puisi “Horison” karya Taufiq Ismail ditemukan dalam larik 10 dan catatan tahun pada akhir puisi.
Fakta benda dalam puisi ini menjadi petunjuk sekaligus bukti bahwa telah
terjadi peristiwa tersebut dalam sejarah.
Horison
…
10.
Karena Arif telah gugur
…
1966
Pertama, dalam larik kesepuluh terdapat fakta benda bahwa
‘Arif telah gugur”. Dalam sejarahnya, saat sedang terjadi demonstrasi di istana
Arief Rachman Hakim, salah satu mahasiswa Universitas Indonesia, gugur
tertembak peluru pasukan Tjakrabirawa. Pada waktu itu, saat lewat tengah hari, sewaktu kerumunan
mahasiswa semakin banyak dan Istana Negara tinggal beberapa ratus meter saja
dari jangkauan para demonstran, terdengar suara peluru yang ditembakkan dari
bedil pasukan Tjakrabirawa. Panik pun pecah. Beberapa demonstran mengalami
luka-luka yang cukup serius. Dua orang demonstran meninggal, yaitu Arief Rachman
Hakim, mahasiswa tingkat empat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Zubaedah,
seorang siswi SMA
Kedua,
catatan tahun “1966” yang dituliskan penyair dalam
puisi. Waktu yang disematkan penyair
dalam puisi memperkuat dan mempertegas waktu peristiwa. Penyair
mengabadikan peristiwa demonstrasi pada
tahun 1966 melalui puisinya dan dipertegas dengan kehadiran tahun dalam puisi.
SIMPULAN
Kajian historis terhadap
puisi “Horison” mengungkapkan bahwa puisi karya Taufiq Ismail
ini terinspirasi dari peristiwa sejarah tahun 1966, yaitu peristiwa tertebaknya
mahasiswa Universitas Indonesia saat sedang melakukan aksi di Istana Negara.
Penyair mengenang momen tersebut dalam bentuk puisi yang diciptakannya. Tidak
dapat dipungkiri bahwa Taufiq Ismail sangat apik dalam mengabadikan momen
bersejarah tersebut. Hal ini dikarenakan saat masih kuliah, Taufiq juga aktif
berorganisasi. Jiwa kritis dan tidak apatis yang dimiliki mahasiswa terhadap
kebijakan yang tidak sesuai dari pemerintah dituangkan Taufiq Ismail dalam karya
sastra. Puisi ini juga didukung
dengan penggunaan
simbol-simbol
yang
berkaitan dengan fakta-fakta sejarah
yang terjadi di tanah air ketika itu.
DAFTAR PUSTAKA
Intisa, Indra. 2015. Putika Teori dan Konsep.
Yogyakarta: Garudhawaca.
Ismail, Taufiq. Malu
(Aku) Jadi Orang Indonesia. 1998. Jakarta: Yayasan Indonesia.
Pradopo,
Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada UP.
Pusponegoro, dkk. 2010.
Sejarah
Nasional Indonesia Zaman Jepang
dan Zaman Republik (cet-4 Edisi Pemutahiran). Jakarta: Balai Pustaka.
Rafiek, M.
2012. Teori
Sastra.
Bandung: PT. Rafika Aditama.
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian
Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siwanto,
Wahyudi. 2008. Pengantar Teori
Sastra. Jakarta: Grasindo.
Komentar
Posting Komentar