ANALISIS RESPON PEMBACA TERHADAP PUISI KARYA SITOR SITUMORANG (SUATU KAJIAN PRAGMATIK)



ANALISIS RESPON PEMBACA TERHADAP PUISI KARYA SITOR SITUMORANG (SUATU KAJIAN PRAGMATIK)








Disusun Oleh:
Resti Hanafiani


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk sosial yang akan selalu membutuhkan orang lain. Dalam menyampaikan maksud atau pesan kepada orang lain manusia tentunya harus berkomunikasi. Maka dalam hal ini, berkomunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk dapat berkomunikasi seseorang dalam menyampaikan pesannya membutuhkan sebuah media. Media tersebut adalah bahasa. Dalam perkembangannya, bahasa telah dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Demikian pula dengan komunikasi yang memanfaatkan bahasa sebagai alat penyampaian pesan dibagi menjadi komunikasi lisan dan komunikasi tulisan.
Komunikasi lisan yaitu komunikasi yang dalam menyampaikan pesannya dilakukan secara lisan yang berupa ujaran langsung. Sedangkan komunikasi tulisan merupakan bentuk  komunikasi  yang dalam menyampaikan pesannya menggunakan bantuan media lain selain bahasa sebagai alat utama penyampai pesan. Komunikasi tulisan dapat kita temui misalnya dalam surat-menyurat, poster, spanduk, dan karya sastra.
Puisi merupakan salah satu genre karya sastra. Syuropati, dan Agustina (2011: 144) mengatakan bahwa “Puisi adalah pembawaan amanat, atau yang mengandung suatu pemikiran”. Sedangkan Pradopo (2007: 314) mengatakan bahwa “Puisi adalah ucapan atau ekspresi tidak langsung”. Sehandi (2014: 89) berpendapat bahwa “Karya sastra puisi adalah karya sastra yang terikat oleh bunyi bahasa (rima, irama, intonasi), bentuk baris (larik) dan bait serta ditandai oleh penggunaan bahasa yang padat.
Dari pendapat ketiga ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa puisi ialah suatu ucapan atau ekspresi tidak langsung yang menggunakan bunyi bahasa (rima, irama, intonasi), bentuk baris (larik) dan bait serta ditandai oleh penggunaan bahasa yang padat dan di dalamnya terdapat amanat, atau yang mengandung suatu pemikiran. Maka tidak salah apabila puisi merupakan salah satu media komunikasi pula, yakni bentuk komunikasi tidak langsung antara penyair dengan pembaca. Karena di dalam puisi mengandung sebuah amanat atau pesan yang ingin disampaikan penyair dengan media bahasa dan dibantu dengan media lain melalui puisi (karya sastra).
Dalam memahami sebuah amanat atau pesan, pasti interpretasi setiap pembaca karya  akan  berbeda-beda. Dalam  kajian sastra, pembaca karya sastra dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, pembaca biasa, pembaca pandai, dan pembaca ideal.
Pembaca biasa merupakan pembaca yang memaknai sebuah karya seperti apa yang tertulis dalam karya tersebut. Pembaca pandai merupakan pembaca yang memaknai suatu karya berdasarkan interpretasi tanda-tanda yang terdapat dalam karya. Pembaca ideal merupakan pembaca yang memaknai karya dengan interpretasi dan pengolahan maknanya bagi kehidupan manusia dalam proyeksi masa lalu, kini, dan mendatang.
Bagi seorang sastrawan  (penyair atau pengarang) menciptakan sebuah karya tujuannya adalah untuk menyampaikan amanat. Sedangkan bagi seorang pembaca, sebuah karya diciptakan dan dibaca untuk menemukan sisi menyenangkan dan bermanfaat. Hal ini sejalan dengan pendapat Horatius yang mengatakan bahwa fungsi mempelajari sastra untuk menemukan dulce et utile yang berarti “menyenangkan dan bermanfaaat.” Maka tidak salah apabila Tarigan (2011: 5) mendefinisikan bahwa “Puisi adalah sesuatu yang menyenangkan.”
Salah satu pendekatan karya sastra yang mengkaji sisi kebermanfaatan suatu karya bagi pembaca adalah pendekatan pragmatik. Menurut Abrams (dalam Rokhmansyah, 2014: 10) “Pendekatan pragmatik memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Pendekatan sastra ini menitikberatkan kajian terhadap peran pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Maka dari itu, keberhasilan suatu karya ditentukan oleh diterima atau tidaknya karya tersebut oleh pembaca yang dapat dilihat melalui respon pembaca terkait pendapat, kesan, dan reaksi mereka terhadap karya sastra tersebut setelah membacanya. Semakin banyak nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca, semakin tinggi nilai karya sastra tersebut.  Namun, sebelum mengkaji karya dengan pendekatan pragmatik, sebuah karya sastra apa pun itu harus dikaji terlebih dahulu unsur intrinsiknya. Dalam pengkajian pragmatik unsur instriksik yang digunakan adalah hakikat puisi, meliputi tema, amanat, nada, dan perasaan.
Untuk melihat penerimaan dan reaksi pembaca terhadap puisi MALAM LEBARAN karya Sitor Situmorang, maka dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji puisi tersebut menggunakan pendekatan pragmatik sebagai alat bantu pengkajian.     

METODE
Langkah-langkah  melakukan pendekatan pragmatik:
1.      Memilih karya sastra yang akan dikaji menggunakan pendekatan pragmatik. Dalam hal ini puisi yang dipilih adalah puisi MALAM LEBARAN karya Sitor Situmorang.
2.      Mencari buku-buku referensi terkait pendekatan pragmatik.
3.      Menyebarkan format responden kepada para responden terkait pendapat, kesan, dan reaksi mereka terhadap puisi MALAM LEBARAN karya Sitor Situmorang.
4.      Menganalisis unsur intrinsik puisi, yaitu hakikat puisi.
5.      Menganalisis menggunakan pendekatan pragmatik melalui format responden yang telah dibagikan sebelumnya.
6.      Membuat interpretasi dan simpulan terkait hasil kajian.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.      Analisis Objektif  Puisi MALAM LEBARAN Karya Sitor Situmorang

a.      Tema
Setiap karya sastra tidak terkecuali puisi memiliki gagasan pokok yang diungkap penyair sebagai landasan utama puisinya. Menurut Siswanto (2008: 124) “Gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh pengarang atau yang terdapat dalam puisi inilah yang disebut tema. Tema yang terdapat dalam puisi MALAM LEBARAN karya Sitor Situmorang adalah kemanusiaan. Karena apabila melihat sejarah penciptaan puisi tersebut diketahui bahwa pada saat malam  lebaran Sitor Sitomurang pergi bersilaturahmi ke rumah Promoedya Ananta Toer pada malam hari  melewati sebuah kuburan yang terhalang oleh tembok. Kemudian dari balik tembok tersebut Sitor melihat sebuah bulan yang bersinar. 
“Malam lebaran” menggambarkan kebahagiaan, dan keramaian. “Bulan”  merupakan hal yang menggambarkan keindahan, kasta yang tinggi, dan kemansyuran. Sedangkan “kuburan” menggambarkan sesuatu yang menyedihkan, menyeramkan, kesepian, dan kasta yang rendah. Kasta tinggi dan rendah ini digambarkan dalam “bulan” yang  berada di atas “kuburan” . Bulan  sejatinya berada di langit yang keberadaannya lebih tinggi dibandingkan kuburan yang berada dibumi.
 Dibalik kebahagiaan, keindahan, dan keramaian di malam lebaran dimana kita bisa berkunjung ke rumah sanak-saudara, pergi sekadar jalan-jalan di malam takbiran, memasak sekaligus makan bersama keluarga dengan berbagai macam hidangan khas lebaran, ternyata ada sisi lain yang ternyata jauh dari kebahagiaan, keindahan, dan keramaian. Ada pula segenap saudara kita yang bersedih. Entah itu kaum yang menangis menunggu doa di alam kubur, kaum miskin yang hanya bisa menikmati gema takbir tanpa dapat menikmati santapan khas lebaran atau sekadar pergi jalan-jalan bersilaturahmi lantaran keterbatasan ekonomi.

b.      Amanat
Siswanto (2008: 125) mengatakan bahwa “Sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair itu menciptakan puisinya maupun dapat ditemui dalam puisinya”. Maka, dalam hal ini amanat dapat diartikan sebagai suatu hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisi.
Amanat dalam puisi MALAM LEBARAN karya Sitor Situmorang adalah agar manusia terbuka hatinya untuk selalu mengingat dan menjalin silaturahmi dengan sanak saudara baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal,  peduli dan mau berbagi kebahagiaan terhadap kaum yang bernasib kurang beruntung dibandingkan dengan kita. Karena sejatinya hidup bagaikan roda yang berputar. Mungkin hari ini kita hidup dan memiliki harta. Namun mungkin esok hari kita miskin kemudian mati dan akhirnya posisi kita akan digantikan oleh generasi selanjutnya. Apabila saat hidup kita tidak  peduli dengan orang lain, maka bagaimana orang lain akan peduli dengan kita saat kita mati nanti.

c.       Nada
Siswanto (2008: 125) mengatakan bahwa “Nada dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pembacanya”. Nada dalam puisi MALAM LEBARAN karya Sitor Situmorang adalah menasihati. Bahwasanya jika disadari di dunia ini segalanya memiliki dua sisi. Ada yang kaya ada pula yang miskin, ada yang hidup ada pula yang mati, ada yang berbahagia ada pula yang bersedih.

d.      Perasaan
Siswanto (2008: 124) mengatakan bahwa “Rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya”. Perasaan yang terdapat dalam puisi MALAM LEBARAN karya Sitor Situmorang adalah renungan dan kesedihan. Dapat ditafsirkan bahwa dibalik kemeriahan malam lebaran ada satu hal yang selalu pasti menunggu yaitu kematian. Selain itu mengingat seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa dibalik kebahagiaan, keindahan, keramaian malam lebaran terdapat pula kesedihan yang dialami orang lain.

2.      Analisis Pragmatik Puisi MALAM LEBARAN Karya Sitor Situmorang
Pendekatan pragmatik memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Keberhasilan suatu karya ditentukan oleh diterima atau tidaknya karya tersebut oleh pembaca yang dapat dilihat melalui respon pembaca terhadap karya sastra tersebut. Berikut ini disajikan tabel kesan pembaca terhadap  Puisi MALAM LEBARAN karya Sitor Situmorang.
RESPONDEN
DESKRIPSI DATA
PRAGMATIK
KET.
PENDAPAT
KESAN
REAKSI
1
Menurut saya puisi tersebut menggambarkan dua suasana yang berbeda pada kehidupan manusia di dunia dan di alam kubur. Mengingatkan kepada manusia untuk senantiasa beribadah dan mengingat tuhan. Kesan saya pada puisi tersebut sangat  tersentuh. Reaksi saya pada puisi tersebut yaitu menyeramkan dan menyedihkan.
Pembaca pandai
2
Menurut pendapat saya dan kesan pada  puisi ini yang berjudul Malam lebaran mengingatkan  dalam hari kemenangan dan menggambarkan kondisi manusia yang terlihat bahagia, di dalam dirinya terkadang pula kesedihan tidak selamanya berupa kesenangan. Kesan setelah membaca puisi ini bahagia. Reaksi puisinya tidak jelas.
Pembaca pandai
3
Menurut saya puisi singkat tersebut menggambarkan makna yang mendalam bagi pembuat puisi tersebut. Kesannya ada perasaan sedih yang tersirat dalam puisi tsb. Kaget karena puisinya cuman satu baris.
Pembaca biasa
4
Menurut saya ini puisi tentang kematian seseorang pada malam lebaran. Setelah saya membaca puisi ini saya merasa sedih, mengingat seseorang yang dirindukan, dan mengingat kematian tentunya. Puisinya bagus untuk mengingat hal-hal yang terkadang dilupakan.
Pembaca pandai
5
Menurut saya, puisi ini tentang kesedihan juga kesepian yang amat mendalam. Mencengkram. Menegangkan.
Pembaca biasa
6
Pendapat w puisi malam lebaran Makna suatu puisi2 akan selalu berbeda-beda  tergantung pemahaman pembacanya Terlebih lagi karya Sitor Situmorang yang ini merupakan sebuah kontroversi. Kesan w setelah baca puisi nya Seolah-olah puisi ini mengingatkan kita bahwa kematian itu pasti, namun di sisi lain, lebaran merupakan kelahiran kembali ke fitrah/suci setelah sebulan penuh melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan. Bisa jadi kematian sesungguhnya adalah kelahiran kembali di alam yang berbeda. Maka dari itu kita sebagai manusia harus menaati  semua apa yg telah di ajarkan allah swt. Reaksi w jujur sih agak kaget setelah membaca puisi nya karna menyimpan byk makna di dlm puisi tersebut
Pembaca pandai
7
Kalo menurut aku korelasi antara judul sama isi bait puisi itu menerjemahkan bahwa, bulan itu kan identik dengan suasana malam, terus kalo untuk lebaran itu mengingatkan kita akan musahabah diri baik di dunia maupun di akhirat, jadi pada saat lebaran hari pertama itu, terutama bagi agama islam diwajibkan ziarah ke makam saudara" sanak/kerabat dekat yg dirasa kenal/muslim lainnya.
Jadi bisa dibilang pada saat lebaran itu mengingatkan bisa jadi itu pada kematian dan mensucikan diri untuk lebih baik. Atau gak bulan itu sebagai cahaya pada waktu malam lebaran itu bagi para manusia yg berada di bumi baik yg masih hidup ataupun telah meninggal. Terharu, dari 1 bait puisi itu memiliki banyak pemaknaan yg berbeda dari persepsi setiap orang yg memahaminya. Karna saya orangnya sensitif akan bahasa, bunyi, suara atau bahkan kata" yg berbau sama linguistik jadi, reaksinya langsung diam tbtb inget seseorang dan hampir mau nangis juga.
Pembaca pandai
8
Saya kurang paham dengan puisi tersebut, menurut saya puisi tersebut bukan termasuk puisi. Makna puisi tidak terbaca. Aneh, Bingung
Pembaca biasa
9
Menurut saya puisi ini menarik judulnya mengenai hal malam lebaran. Sehabis baca puisi ini saya merasa sedih karena merasa terharu bisa berjumpa dgn hari raya. Simpel penuh dengan makna yg tersirat dalam puisi ini.
Pembaca biasa
10
Malam lebaran diibaratkan orang muslim untuk menyambut hari kemenangan esok. Bulan diatas kuburan  mengibaratkan orang yang meninggal mengharapkan doa pada hari kemenangan nanti. Kesannya: puisinya susah ditebak.
Pembaca biasa

Keterangan Responden:
Responden
Identitas Responden
1
Nama       : Santi Susanti
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
Usia         : 24 tahun
2
Nama       : Intan Listiyowati
Pekerjaan: Mahasiswa
Usia         : 23 tahun
3
Nama       : Fia Nurul Fauziah
Pekerjaan: Mahasiswa
Usia         : 19  tahun
4
Nama       : Miftahul Jannah
Pekerjaan: Guru Paud
Usia         : 19  tahun
5
Nama       : Lusiana Widagdo
Pekerjaan: Mahasiswa
Usia         : 19  tahun
6
Nama       : Alam
Pekerjaan: Mahasiswa
Usia         : 19  tahun
7
Nama       : Safitri
Pekerjaan: Mahasiswa
Usia         : 19  tahun
8
Nama       : Atikah Suri
Pekerjaan: Mahasiswa
Usia         : 19  tahun
9
Nama       : Adhi Nugroho
Pekerjaan: Mahasiswa
Usia         : 21  tahun
10
Nama       : Syara Shelvia R.
Pekerjaan: Mahasiswa
Usia         : 19  tahun

INTERPRETASI DAN SIMPULAN
            Dari 10 responden, 6 responden mengatakan bahwa kesan setelah membaca puisi tersebut adalah sedih.  Dalam budaya umat muslim di Indonesia, biasanya malam lebaran menjadi suatu acara khusus tersendiri bagi mereka. Karena dalam malam ini biasanya keluarga besar akan berkumpul dalam satu rumah untuk bersilaturahmi melepas rindu setelah sekian lama tidak berjumpa. Saling mengenang dan mendoakan anggota keluarga yang telah berpulang ke Rahmatullah. Ingatan tentang kerinduan akan suasana tersebut mungkin tergambar dalam puisi MALAM LEBARAN karya Sitor  Situmorang yang akhirnya  menimbulkan perasaan sedih.
            2 responden mengatakan bahwa puisi MALAM LEBARAN karya Sitor  Situmorang menggambarkan dua kehidupan yang berbeda, yaitu kehidupan di dunia dan di akhirat. Dalam hal ini lebaran menggambarkan kehidupan di dunia, dan kuburan adalah kehidupan di akhirat yang diawali dengan kematian.
Kemudian 3 responden mengatakan bahwa puisi tersebut berbicara tentang kematian. Kata kematian ini diinterpretasikan oleh responden mungkin akibat dari simbol dalam kata “kuburan”. Kuburan khususnya bagi penganut agama Islam dan Kristen memang identik dengan kematian. Setiap manusia yang meninggal pasti jasadnya akan dikubur sebagai tanda penghormatan terakhir. Jadi kuburan dimaknai sebagai “tanah tempat menguburkan mayat”. Namun berbeda dengan agama Hindu dan Budha bahwa manusia yang meninggal jasadnya akan dibakar. Lalu abu dari sisa pembakaran tersebut akan dibuang ke sungai. Maka dalam hal ini, mungkin mereka tidak mengenal konteks kuburan. Atau bisa jadi mereka mengenal konteks kuburan namun berbeda konsepnya dengan kuburan yang ada di agama Islam dan Kristen. Agama yang berkembang pesat di Indonesia adalah Agama Islam dan Kristen. Maka konteks kuburan yang oleh responden diartikan sebagai “tempat untuk  menguburkan mayat” langsung dimaknai sebagai kematian.
Dari 10 responden 2 responden mengatakan  bahawa puisi ini menggambarkan bahwa kita harus senantiasa beribadah dan mengingat Allah SWT. Kemudian 3 responden lagi mengatakan bahwa lebaran merupakan salah satu momen untuk menyucikan diri (kembali ke fitrah) dan momen untuk bersilaturahmi melakukan ziarah ke makam sanak saudara. Jika kita melihat dari sisi kehidupan dan kebudayaan, dari sekian banyak agama yang berkembang di Indonesia, Islam merupakan agama yang paling pesat perkembanganya. Lebaran memang suatu konsep yang hanya terdapat dalam agama Islam. Lebaran diidentikan dengan momen untuk menyucikan  diri dari dosa setelah  berpuasa satu bulan penuh. Momen untuk berusaha mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan senantiasa untuk selalu taat beribadah dan mengingat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan kebudayaan yang berkembang di Indonesia, biasanya pada saat lebaran masyarakat muslim satu hari sebelum lebaran atau sehabis melaksanakan Salat Idulfitri akan berziarah ke makam sanak saudaranya  yang telah meninggal. Dalam agama Islam, orang yang sudah meninggal akan terputus amalannya kecuali amal jariah, ilmu  yang bermanfaat, dan doa dari anak yang saleh. Maka dari itu muncul kebudayaan pada masyarakat muslim Indonesia untuk melakukan ziarah atau dalam istilahnya mengirim doa pada saat malam lebaran dengan harapan semoga kerabat yang telah meninggal tersebut dapat dikurangi siksaannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam puisi MALAM LEBARAN karya Sitor  Situmorang memiliki nilai-nilai agama dan nilai sosial. Nilai-nilai dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Nilai agama yang mengingatkan bahwa setelah kehidupan di dunia akan ada kehidupan di akhirat yang menanti. Maka  kita harus segera sadar sekaligus berbenah diri mempersiapkan bekal untuk kehidupan di akhirat.
2.      Nilai agama yang mengingatkan bahwa setelah kehidupan akan ada kematian. Sehingga kita harus senantiasa beribadah dan mengingat Allah SWT.
3.      Nilai sosial untuk senantiasa menjalin silatrahmi dengan kerabat baik yang masih hidup atau pun yang telah meninggal dunia dengan cara selalu  ingat untuk megirimkan doa dan menyempatkan diri berziarah ke makamnya saat luang atau pada  momen-momen tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007.  Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Strukrural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rokhmansyh, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal terhadap Ilmu Sastra .  Yogyakarta:  Graha Ilmu.
Sehandi, Yohanes. 2014. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Ombak
Siwanto, Wahyudi. 2008.  Pengantar Teori Sastra.   Jakarta: Grasindo.
Syuropati, Mohammad A, Agustina Soebacham. 2011. 7 Teori Sastra Kontemporer  dan 17 Tokohnya. Yogyakarta: In Azna.
Tarigan, Hen ry Guntur. 2011. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Aksara.

Komentar